Selasa, 16 November 2010

Riuh Malam Di Balik Pohon Tua

Aku bukan mencari pagi, aku juga bukan mencari siang, bahkan aku tak kenal dengan yang bernama malam. Aku bukanlah pengejar matahari, dan juga tak menantikan gemerincik air hujan. Aku hanyalah aku... jiwa yang slalu terjaga bersama sang angin, dan mengelilingi lembah dengan berkendarakan awan. Aku sangat ingat saat yang paling menakjubkan itu, ketika itu aku tengah berkeliling-keliling di dataran ini sepanjang hari.

Lembah pertama yang ku lewati adalah di saat para iblis berlarian.
Aku melihat amat banyak kehancuran yang para iblis itu buat, mereka membangun kuil-kuil megah bagi persembahannya mereka terhadap diri mereka sendiri, dan terus menerus menjamah setapak demi setapak tubuh sang kedamaian. Mereka meninggalkan banyak kehancuran untuk mereka hancurkan keesokan harinya. Sedang para penghuni lembah itu hanya duduk menyesali sang waktu, saat ku sapa mereka, seketika petir menyambar di atas kepalaku.

Lalu aku pun meneruskan perjalananku menjauh dari lembah itu.
Lembah kedua yang ku datangi adalah di saat berkumpulnya para malaikat.
Aku melihat sesuatu yang membuat mata ini terpaksa berdecak kagum dan begitu menarik jiwaku untuk menikmati pemandangan ini sekejap. Semuanya begitu indah, begitu banyak bunga-bunga penghormatan yang bertebaran di setiap penjuru lembah itu, namun... jauh dari nalarku, ternyata bunga-bunga itu hanyalah bunga kamboja yang berguguran dan layu. Dan aku pun tak dapat melihat sesosok pun penghuni lembah itu, yang terlihat hanyalah para pendatang yang berkepala besar dan bertanduk kijang.

Aku pun serentak lari ketakutan meninggalkan lembah itu, rasanya bulu kuduk ini menarikku mejauh, mulutku pun seakan terus memaksa untuk memuntahkan dan meluapkan semua rasa jijik dan kecewa ini.
Lalu aku pun pergi dan mendapati sesuatu yang tak ku dapati di kedua lembah tadi...
Di lembah ketiga ini, aku mendengar suara-suara syahdu yang amat memikat dalam khayalku. Dan ku temui sinar-sinar biru yang saling bersahutan dan menari-nari di atas angin dengan gembira. Dan aku melihat para penghuninya berbalutkan sutra kapas yang amat indah dipandang dengan wewangian kasturi yang berbaur memenuhi seluruh udara dengan kebahagiaan. Aku menyaksikan seluruh keajaiban ini bersama sebuah pohon tua yang besar, di mana batang, daun, juga buahnya berkilauan. Pohon yang pernah mengalami berbagai jenis waktu dan kejadian, namun pada saat itu, ia amat bahagia dapat melihat semua ini. Ia pun berkata, “baru aku alami ... riuhnya malam yang seperti ini”.

My Creation, Ridwan (daeryu)
Bandung, April, 2009